Kamis, 29 Desember 2011

HERMENEUTIKA


TIDAK ADA KEBENARAN ABSOLUT DALAM HERMENEUTIK

Sejarah hermeneutik muncul dalam rangka menafsiri kitab suci kaum kristiani pada zaman dulu yaitu Bibel. Semua orang boleh menafsirkan bible dengan sangat bebasnya tanpa memandang apakah dia seorang tokoh agama atau orang biasa. Ini sebenarnya mereka lakukan untuk menarik masyarakat  agar tertarik dan masuk menjadi kaum kristiani golongan kiri.
Kemudian banyak tokoh pada saat itu yang tertarik untuk mengkaji dan mengembangkan hermeneutik sebagai kerangka metodologi, seperti: Schumacher, Diltey, Gadamer, dan tokoh-tokoh lain yang menspesifikan dirinya untuk mengembangkan hermeneutik.
Hermeneutik merupakan metode dalam menafsirkan sebuah teks utuh dengan mempertimbangkan berbagai macam aspek, baik dari munculnya teks itu sendiri, dari lingkungan teks itu, bahkan dari pembawa teks itu sendiri.
Dalam hal ini ada tiga istilah penting sebelum kita lebih jauh memahami hermeneutik, pertama yaitu Teks, merupakan objek kajian utama yang akan dipahami atau ditafsiri oleh manusia berupa tulisan, kedua yaitu Autor, ini istilah bagi pengarang teks atau pembawa teks, ketiga yaitu Reader, orang yang membaca teks dan akan menafsirkan teks.
Hermeneutik Schumacher
Dalam melihat hasil penafsiran teks, kita harus mampu melihat kondisi Reader mapun penaafsir teks yang dapat mempengaruhi hasil penafsirannya. Karena sebuah hasi tafsir itu akan sangat dipengaruhi oleh kondisi psikologis penafsirnya.
Hal itu menjadi sangat penting, karena kita harus mampu melihat kondisi fisik, maupun psikis yang ada dalam diri penafsir. Karena boleh jadi kondisi penafsir saat menafsirkan teks situasinya sedang kacau, emosi, senagng, sakit, sedih, dan kondisi lain yang itu pasti akan mempengaruhi hasil penafsirannya.
Artinya, teori hermeneutik Sshumacher menganggap bahwa kondisi yang ada dalam diri penafsir itu sangat mempengaruhi dan perlu diperhatikan. Karena salah satu teks ditafsiri oleh orang yang berbeda dengan kondisi diri yang berbeda itu pasti akan menghasilkan nuansa tafsir yang berbeda pula.
Hermeneutik Dilthey
Berbeda tokoh berbeda pula gagasan yang ditawarkan, begitujuga dengan teori hermeneutik yang ditawarkan oleh Dilthey. Dimana sebuah hasil penafsiran sebuah teks akan dipengaruhi oleh sesuatu yang ada diluar dirinya.
Sesuatu yang ada diluar dirinya ini sangat kompleks, namun Dilthey membatasi sesuatu yang diluar diri penafsir ini bisa berupa kondisi sosial, konstruk budaya, maupun dipengaruhi orang-orang yang ada disekitarnya.
Hermeneutik Gadamer
Dalam gagasannya tentang hermenutik, Gadamer mencoba melihat beberapa aspek yang mempengaruhi, artinya tidak hanya dari satu sisi atau aspek saja. dia mencoba memberikan gagasan bahwa sebuah hasil penafsiran bisa dilihat dengan cara memadukan cakrawala teks dengan autor (pengarang atau pembawa teks).
Cakrawala teks dapat diketahui dengan melihat redaksi, susunan atau struktur bahasa yang digunakan. Sedangkan autor bisa berupa pengaruh luar maupun pengaruh dalam diri pengarang atau pembawa teks.
Gadamer memang lebih komprehensif dan kompleks dalam memberikan gagasan mengenai hermeneutik. Bahkan gagasan Schumacher dan Dilthey pun masuk dalam gagasan ini. Dengan pengaruh perpaduan aspek teks dan aspek autor sebuah hasil penafsiran bisa dilihat hasilnya.
Kesimpulan
Dalam Hermeneutik memang tidak mengenal adanya kebenaran absolute, karena semua itu bisa bersifat subjektif tergantung siapa yang menjelaskan kebenaran itu. Dalam khazanah keilmuan islam teori hermeneutic pun mulai masuk khususnya dalam menafsirkan al-qur’an.
Ada beberapa tokoh yang menggunakan metode hermeneutic ini dalam menafsiri Alqur’an, diantaranya yaitu Nasr hamid Abu Zaid, Muhammad Syahrur, dan tokoh lain yang sangat fenomenal dengan karya-karyanya.
Namun banyak yang pro maupun kontra dalam menanggapi hermeneutic untuk menafsiri Al-Qur’an. Begitujuga dengan penulis yang mungkin termasuk orang yang kontra dalam artian tidak sepakat teori hermeneutic untuk menafsiri Al-Qur;an. Penulis takut sakralitas Alqur’an akan tergantikan dengan adanya Hermeneutik sebagai metode dalam menafsiri Al-Qur’an.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar