TIDAK
ADA KEBENARAN ABSOLUT DALAM HERMENEUTIK
Sejarah
hermeneutik muncul dalam rangka menafsiri kitab suci kaum kristiani pada zaman
dulu yaitu Bibel. Semua orang boleh
menafsirkan bible dengan sangat bebasnya tanpa memandang apakah dia seorang
tokoh agama atau orang biasa. Ini sebenarnya mereka lakukan untuk menarik
masyarakat agar tertarik dan masuk
menjadi kaum kristiani golongan kiri.
Kemudian
banyak tokoh pada saat itu yang tertarik untuk mengkaji dan mengembangkan
hermeneutik sebagai kerangka metodologi, seperti: Schumacher, Diltey, Gadamer,
dan tokoh-tokoh lain yang menspesifikan dirinya untuk mengembangkan
hermeneutik.
Hermeneutik
merupakan metode dalam menafsirkan sebuah teks utuh dengan mempertimbangkan
berbagai macam aspek, baik dari munculnya teks itu sendiri, dari lingkungan
teks itu, bahkan dari pembawa teks itu sendiri.
Dalam
hal ini ada tiga istilah penting
sebelum kita lebih jauh memahami hermeneutik, pertama yaitu Teks, merupakan
objek kajian utama yang akan dipahami atau ditafsiri oleh manusia berupa
tulisan, kedua yaitu Autor, ini istilah bagi pengarang teks
atau pembawa teks, ketiga yaitu Reader, orang yang membaca teks dan
akan menafsirkan teks.
Hermeneutik
Schumacher
Dalam
melihat hasil penafsiran teks, kita harus mampu melihat kondisi Reader mapun
penaafsir teks yang dapat mempengaruhi hasil penafsirannya. Karena sebuah hasi
tafsir itu akan sangat dipengaruhi oleh kondisi psikologis penafsirnya.
Hal
itu menjadi sangat penting, karena kita harus mampu melihat kondisi fisik,
maupun psikis yang ada dalam diri penafsir. Karena boleh jadi kondisi penafsir
saat menafsirkan teks situasinya sedang kacau, emosi, senagng, sakit, sedih,
dan kondisi lain yang itu pasti akan mempengaruhi hasil penafsirannya.
Artinya,
teori hermeneutik Sshumacher menganggap bahwa kondisi yang ada dalam diri
penafsir itu sangat mempengaruhi dan perlu diperhatikan. Karena salah satu teks
ditafsiri oleh orang yang berbeda dengan kondisi diri yang berbeda itu pasti
akan menghasilkan nuansa tafsir yang berbeda pula.
Hermeneutik
Dilthey
Berbeda
tokoh berbeda pula gagasan yang ditawarkan, begitujuga dengan teori hermeneutik
yang ditawarkan oleh Dilthey. Dimana sebuah hasil penafsiran sebuah teks akan
dipengaruhi oleh sesuatu yang ada diluar dirinya.
Sesuatu
yang ada diluar dirinya ini sangat kompleks, namun Dilthey membatasi sesuatu
yang diluar diri penafsir ini bisa berupa kondisi sosial, konstruk budaya,
maupun dipengaruhi orang-orang yang ada disekitarnya.
Hermeneutik
Gadamer
Dalam
gagasannya tentang hermenutik, Gadamer mencoba melihat beberapa aspek yang
mempengaruhi, artinya tidak hanya dari satu sisi atau aspek saja. dia mencoba
memberikan gagasan bahwa sebuah hasil penafsiran bisa dilihat dengan cara
memadukan cakrawala teks dengan autor (pengarang atau pembawa teks).
Cakrawala
teks dapat diketahui dengan melihat redaksi, susunan atau struktur bahasa yang
digunakan. Sedangkan autor bisa berupa pengaruh luar maupun pengaruh dalam diri
pengarang atau pembawa teks.
Gadamer
memang lebih komprehensif dan kompleks dalam memberikan gagasan mengenai
hermeneutik. Bahkan gagasan Schumacher dan Dilthey pun masuk dalam gagasan ini.
Dengan pengaruh perpaduan aspek teks dan aspek autor sebuah hasil penafsiran
bisa dilihat hasilnya.
Kesimpulan
Dalam
Hermeneutik memang tidak mengenal adanya kebenaran absolute, karena semua itu
bisa bersifat subjektif tergantung siapa yang menjelaskan kebenaran itu. Dalam
khazanah keilmuan islam teori hermeneutic pun mulai masuk khususnya dalam
menafsirkan al-qur’an.
Ada
beberapa tokoh yang menggunakan metode hermeneutic ini dalam menafsiri
Alqur’an, diantaranya yaitu Nasr hamid Abu Zaid, Muhammad Syahrur, dan tokoh
lain yang sangat fenomenal dengan karya-karyanya.
Namun
banyak yang pro maupun kontra dalam menanggapi hermeneutic untuk menafsiri
Al-Qur’an. Begitujuga dengan penulis yang mungkin termasuk orang yang kontra
dalam artian tidak sepakat teori hermeneutic untuk menafsiri Al-Qur;an. Penulis
takut sakralitas Alqur’an akan tergantikan dengan adanya Hermeneutik sebagai
metode dalam menafsiri Al-Qur’an.