Senin, 02 Januari 2012

Kesadaran Kritis


Kesadaran Manusia dan Paradigma Pendidikan
Berawal dari hasil analisa Paulo Freire mengenai tiga kesadaran dalam diri manusia, yaitu kesadaan magis (magical consciousness), kesadaran naif (naival consciousness), kesadaran kritis (critical consciousness), bahwa ketiganya merupakan embrio lahirnya tiga buah paradigma pendidikan versi Henry Giroux dan Aronouwitz.
Ø  Magical consciousness, merupakan kesadaran masyarakat yang beranggapan bahwa manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan kehedaknya, karena segala sesuatu yang ada dibumi ini adalah hasil dari pengaruh hal-hal yang ghaib, mistis, maupun supranatural. Sehingga muncul masyarakat yang selalu pasrah akan taqdir. Hal ini yang kemudian melahirkan sebuah paradigma pendidikan konservatif.
Paradigma pendidikan konservatif ini cenderung menganut aliran filsafat Esensialisme. Artinya pendidikan harus didasari dengan nilai-nilai yang luhur dan teruji oleh waktu agar selalu berjalan dengan terartur. Esensialisme sendiri didasari oleh filsafat idealisme dan realisme sebagai akar pemikirannya, sehingga esensialisme pun tidak terlepas dengan ontologi idealisme dan realisme.
Sedangkan implikasi dari paradigma konservatif dalam filsafat pendidikan Islam diantaranya yaitu: 1. Manusia hanya akan percaya pada hal-hal yang bersifat mitos dan ghaib. 2. Manusia akan mudah pasrah terhadap sesuatu. 3. Tidak akan punya ghirrah dalam diri manusia untuk berusaha merubah diri dan lingkungannya. 4. Dalam ranah pendidikan, sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional yang berhubungan dengan disiplin mental. 5. Pendidikan berdasarkan atas nilai-nilai yang tinggi, yang hakiki kedudukannya dalam kebudayaan. 6. Akan terjadi kejumudan dalam pemikiran khazanah Islam.
Ø  Naival consciousness, merupakan kesadaran masyarakat yang percaya akan kekuatan natural (alam), dengan mengandalkan kekuatan tangan manusia. Hal ini yang mengakibatkan anggapan mereka bahwa untuk menghasilkan maupun merubah suatu  keadaan di bumi ini perlu adanya kehendak dengan kekuatan tangan manusia.  Kemudian hal ini melahirkan paradigma pendidikan liberal.

Paradigma pendidikan liberal ini cenderung menganut aliran filsafat Progresivisme. Dasarnya bahwa pengetahuan dan kekuatan tangan manusia mempunyai kemampuan dalam menghadapi dan mengatasi masalah yang mengancam dirinya.
Aliran progresivisme ini kurang menyetujui adanya pendidikan yang bercorak otoritarianisme dan absolutism (negative and diagnostic), karena bagi mereka lebih percaya akan kemampuan manusia sebagai subjek yang memiliki potensi-potensi alamiah (positive and remedial).
Dalam pandangan ontologi progresivisme ada tiga hal sebagai tumpuannya, yaitu asas hereby (asas keduniaan), pengalaman sebagai realita, dan pikiran (mind) sebagai fungsi adanya eksistensi manusia. Sedangkan pandangan epistemologinya mengungkapkan bahwa pengetahuan itu adalah sebuah informasi, fakta, hukum, prinsip, proses, dan kebiasaan yang terakumulasi dalam pribadi sebagai proses interaksi dan pengalaman.
Implikasinya dalam pendidikan Islam: 1. Bahwa pendidikan bukan hanya transfer of knowledge saja, melainkan adanya sebuah proses melatih kemampuan berfikir siswa. 2. Bahwa manusia mempunyai akal dan potensi sebagai kelebihan dibanding dengan makhluk yang lain. 3. Kurang mengakui adanya eksistensi tuhan. 4. Terlalu percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki tanpa memerlukan bantuan orang lain.

Kamis, 29 Desember 2011

HERMENEUTIKA


TIDAK ADA KEBENARAN ABSOLUT DALAM HERMENEUTIK

Sejarah hermeneutik muncul dalam rangka menafsiri kitab suci kaum kristiani pada zaman dulu yaitu Bibel. Semua orang boleh menafsirkan bible dengan sangat bebasnya tanpa memandang apakah dia seorang tokoh agama atau orang biasa. Ini sebenarnya mereka lakukan untuk menarik masyarakat  agar tertarik dan masuk menjadi kaum kristiani golongan kiri.
Kemudian banyak tokoh pada saat itu yang tertarik untuk mengkaji dan mengembangkan hermeneutik sebagai kerangka metodologi, seperti: Schumacher, Diltey, Gadamer, dan tokoh-tokoh lain yang menspesifikan dirinya untuk mengembangkan hermeneutik.
Hermeneutik merupakan metode dalam menafsirkan sebuah teks utuh dengan mempertimbangkan berbagai macam aspek, baik dari munculnya teks itu sendiri, dari lingkungan teks itu, bahkan dari pembawa teks itu sendiri.
Dalam hal ini ada tiga istilah penting sebelum kita lebih jauh memahami hermeneutik, pertama yaitu Teks, merupakan objek kajian utama yang akan dipahami atau ditafsiri oleh manusia berupa tulisan, kedua yaitu Autor, ini istilah bagi pengarang teks atau pembawa teks, ketiga yaitu Reader, orang yang membaca teks dan akan menafsirkan teks.
Hermeneutik Schumacher
Dalam melihat hasil penafsiran teks, kita harus mampu melihat kondisi Reader mapun penaafsir teks yang dapat mempengaruhi hasil penafsirannya. Karena sebuah hasi tafsir itu akan sangat dipengaruhi oleh kondisi psikologis penafsirnya.
Hal itu menjadi sangat penting, karena kita harus mampu melihat kondisi fisik, maupun psikis yang ada dalam diri penafsir. Karena boleh jadi kondisi penafsir saat menafsirkan teks situasinya sedang kacau, emosi, senagng, sakit, sedih, dan kondisi lain yang itu pasti akan mempengaruhi hasil penafsirannya.
Artinya, teori hermeneutik Sshumacher menganggap bahwa kondisi yang ada dalam diri penafsir itu sangat mempengaruhi dan perlu diperhatikan. Karena salah satu teks ditafsiri oleh orang yang berbeda dengan kondisi diri yang berbeda itu pasti akan menghasilkan nuansa tafsir yang berbeda pula.
Hermeneutik Dilthey
Berbeda tokoh berbeda pula gagasan yang ditawarkan, begitujuga dengan teori hermeneutik yang ditawarkan oleh Dilthey. Dimana sebuah hasil penafsiran sebuah teks akan dipengaruhi oleh sesuatu yang ada diluar dirinya.
Sesuatu yang ada diluar dirinya ini sangat kompleks, namun Dilthey membatasi sesuatu yang diluar diri penafsir ini bisa berupa kondisi sosial, konstruk budaya, maupun dipengaruhi orang-orang yang ada disekitarnya.
Hermeneutik Gadamer
Dalam gagasannya tentang hermenutik, Gadamer mencoba melihat beberapa aspek yang mempengaruhi, artinya tidak hanya dari satu sisi atau aspek saja. dia mencoba memberikan gagasan bahwa sebuah hasil penafsiran bisa dilihat dengan cara memadukan cakrawala teks dengan autor (pengarang atau pembawa teks).
Cakrawala teks dapat diketahui dengan melihat redaksi, susunan atau struktur bahasa yang digunakan. Sedangkan autor bisa berupa pengaruh luar maupun pengaruh dalam diri pengarang atau pembawa teks.
Gadamer memang lebih komprehensif dan kompleks dalam memberikan gagasan mengenai hermeneutik. Bahkan gagasan Schumacher dan Dilthey pun masuk dalam gagasan ini. Dengan pengaruh perpaduan aspek teks dan aspek autor sebuah hasil penafsiran bisa dilihat hasilnya.
Kesimpulan
Dalam Hermeneutik memang tidak mengenal adanya kebenaran absolute, karena semua itu bisa bersifat subjektif tergantung siapa yang menjelaskan kebenaran itu. Dalam khazanah keilmuan islam teori hermeneutic pun mulai masuk khususnya dalam menafsirkan al-qur’an.
Ada beberapa tokoh yang menggunakan metode hermeneutic ini dalam menafsiri Alqur’an, diantaranya yaitu Nasr hamid Abu Zaid, Muhammad Syahrur, dan tokoh lain yang sangat fenomenal dengan karya-karyanya.
Namun banyak yang pro maupun kontra dalam menanggapi hermeneutic untuk menafsiri Al-Qur’an. Begitujuga dengan penulis yang mungkin termasuk orang yang kontra dalam artian tidak sepakat teori hermeneutic untuk menafsiri Al-Qur;an. Penulis takut sakralitas Alqur’an akan tergantikan dengan adanya Hermeneutik sebagai metode dalam menafsiri Al-Qur’an.